Proses siraman Gong sekati keraton kanoman Cirebon
KOTA CIREBON (89,2 CR) - RIBUAN orang akan memadati Keraton Kanoman Cirebon dalam tradisi menyirami dan membunyikan gong sekati oleh Kesultanan Kanoman. Kegiatan tersebut dilakukan menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW , Minggu (20/01)
Nyirami gong sekati merupakan tradisi pembersihan seperangkat gamelan dengan sebuah gong sebagai sentralnya. Kesemua alat musik tersebut merupakan benda pusaka sejak zaman Sunan Gunung Jati.
Kegiatan tersebut biasanya dilakukan menjelang Pelal Ageng Panjang Jimat sebagai puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Prosesi nyirami mendahului tradisi pembunyian gong sekati pada malam harinya.
Pembersihan seperangkat gamelan tersebut menggunakan sejumlah bahan natural yang disiapkan dari olahan kebun di Keraton Kanoman. Bahan utama berupa air kelapa serta abu gosok.
Gong Sekati dibunyikan oleh lebih dari selusin abdi dalem keraton yang disebut Nayaga, hingga Pelal Ageng Panjang Jimat pada 11 Mulud atau 24 Januari 2013 nanti.
Menurut juru bicara Keraton Kanoman Ratu Raja Arimbi Nurtina, pembunyian gong hanya berhenti pada waktu-waktu salat.
“Sekati sendiri bermakna sesuka hati atau serela hati. Jadi, pembunyian gong dilakukan dengan kerelaan hati,” terang dia di tengah prosesi, baru-baru ini.
Ia menambahkan, pembunyian gong sekati didahului pembacaan syahadat. Hal ini merepresentasikan bentuk syiar (Islam) melalui budaya.
Gong sekati sendiri merupakan barang kenang-kenangan dari Sultan Demak II Abdul Qodir atau Pangeran Sabrang Lor kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Sabrang Lor dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan putri sulungnya Putri Pulung Ayu.
Tradisi pembunyian Gong Sekati sudah berlangsung sejak sekira tahun 1500. Kegiatan ini lebih pada upaya mengingat perjuangan syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati melalui pendekatan seni dan budaya, seperti halnya dilakukan Sunan Kalijaga. Para Nayaga akan memainkan lima lagu, di antaranya Parianom, Bangau Butak, Cingcing Dhuwur, juga Kajongan.
“Kelima lagu yang dimainkan menggunakan gong sekati berisi pesan-pesan kebajikan dan ajakan untuk melaksanakan kebaikan,” imbuhnya.(Jums-CR)
Nyirami gong sekati merupakan tradisi pembersihan seperangkat gamelan dengan sebuah gong sebagai sentralnya. Kesemua alat musik tersebut merupakan benda pusaka sejak zaman Sunan Gunung Jati.
Kegiatan tersebut biasanya dilakukan menjelang Pelal Ageng Panjang Jimat sebagai puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Prosesi nyirami mendahului tradisi pembunyian gong sekati pada malam harinya.
Pembersihan seperangkat gamelan tersebut menggunakan sejumlah bahan natural yang disiapkan dari olahan kebun di Keraton Kanoman. Bahan utama berupa air kelapa serta abu gosok.
Gong Sekati dibunyikan oleh lebih dari selusin abdi dalem keraton yang disebut Nayaga, hingga Pelal Ageng Panjang Jimat pada 11 Mulud atau 24 Januari 2013 nanti.
Menurut juru bicara Keraton Kanoman Ratu Raja Arimbi Nurtina, pembunyian gong hanya berhenti pada waktu-waktu salat.
“Sekati sendiri bermakna sesuka hati atau serela hati. Jadi, pembunyian gong dilakukan dengan kerelaan hati,” terang dia di tengah prosesi, baru-baru ini.
Ia menambahkan, pembunyian gong sekati didahului pembacaan syahadat. Hal ini merepresentasikan bentuk syiar (Islam) melalui budaya.
Gong sekati sendiri merupakan barang kenang-kenangan dari Sultan Demak II Abdul Qodir atau Pangeran Sabrang Lor kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Sabrang Lor dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan putri sulungnya Putri Pulung Ayu.
Tradisi pembunyian Gong Sekati sudah berlangsung sejak sekira tahun 1500. Kegiatan ini lebih pada upaya mengingat perjuangan syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati melalui pendekatan seni dan budaya, seperti halnya dilakukan Sunan Kalijaga. Para Nayaga akan memainkan lima lagu, di antaranya Parianom, Bangau Butak, Cingcing Dhuwur, juga Kajongan.
“Kelima lagu yang dimainkan menggunakan gong sekati berisi pesan-pesan kebajikan dan ajakan untuk melaksanakan kebaikan,” imbuhnya.(Jums-CR)
Tidak ada komentar
Posting Komentar