'First Man': Menginjak Bulan Bersama Neil Arsmtrong
Ketika dirilis tiga tahun lalu, adaptasi dari novel horor anak-anak terkenal berjudul 'Goosebumps' berhasil merebut perhatian banyak penonton. Kebanyakan adalah mereka yang Begitu First Man dirilis, nama sutradaranya pasti sudah tidak asing lagi. Terutama bagi Anda pecinta film. Damien Chazelle, pemenang Oscar Sutradara Terbaik termuda sepanjang sejarah, telah melambungkan namanya dalam rentang waktu yang pendek melalui Whiplash dan La La Land.
Tidak seperti Whiplash dan La La Land, First Man adalah film pertama Chazelle yang tidak hanya bercerita tentang musik namun juga sebuah biopik tentang salah satu tokoh dengan kejadian paling monumental dalam sejarah Amerika: pertama kalinya manusia menginjakkan kaki di bulan.
Dan jejak Chazelle terlihat jelas dalam biopik ini. First Man bukanlah sebuah petualangan mengharu biru penuh adrenalin seperti Armageddon. Ini adalah sebuah character study tentang seorang bapak yang kehilangan anaknya. Agak mirip dengan Interstellar meskipun wahana bermainnya sangatlah berbeda. Jika Nolan asyik dengan mitologi science yang ia ciptakan, Chazelle mencoba memberikan makna baru kepada perjalanan luar angkasa yang dibangga-banggakan Amerika. Chazelle memberikan penonton lubang baru untuk mengintip hidup Neil Armstrong (Ryan Gosling) yang cukup private.
Dari awal film Chazelle sudah menekankan bahwa ini adalah tentang Neil Armstrong. Dalam openingnya yang sangat dramatis, kita langsung melihat wajah Neil Armstrong secara close-up dan refleksi langit yang luas, kemudian angkasa yang luas, melalui kaca helm astronotnya. Kamera bergerak kemudian bergoyang seakan-akan marah sementara suara-suara bising akan memenuhi telinga Anda. Ini adalah cara paling efektif bagi Chazelle untuk menempatkan penonton pada point of view Armstrong.
Dan karena First Man sangat Neil Armstrong-centric, maka karakter-karakter lain terasa hanya sebagai pelengkap. Bahkan karakter Janet Armstrong (Claire Foy), istri Neil yang mencoba mengerti state of mind suaminya setelah anak mereka meninggal dunia karena kanker. Ketika Neil memutuskan untuk langsung bekerja selama mereka masih berkabung, Janet hanya bisa menatap punggung suaminya. Suaminya seperti mempunyai palung yang begitu dalam terhadap kematian anaknya. Dan masalah terbesarnya adalah Neil tidak pernah mau membahas tentang hal itu.
Tentu saja ada banyak hal yang terjadi selama film berjalan, sebelum akhirnya Neil Armstrong mendarat ke bulan. Ada berbagai misi yang terjadi, berbagai kematian terjadi. Berbagai hal yang mengingatkan Neil Armstrong dan juga penonton bahwa misi ini terasa seperti aksi bunuh diri konyol. Kita bisa melihat bahwa ini semua hanya seperti pertandingan konyol antara Amerika Serikat dan Russia. Tapi meskipun begitu Neil Armstrong sangat berkomitmen terhadap pekerjaannya. Seberbahaya dan setidak-masuk-akalpun itu.
Dalam First Man, Chazelle berkolaborasi sekali lagi dengan editornya Tom Cross. Meskipun First Man terasa agak lambat dengan tempo yang pelan dan durasi yang cukup ambisius (135 menit), tapi semuanya berhasil dibayar dengan lunas ketika tokoh protagonis kita sampai di bulan. Tidak hanya kita bisa menyaksikan betapa majestic-nya visual yang diberikan oleh Chazelle dan si sinematografer Linus Sandgren, tapi juga kita bisa menyaksikan bahwa First Man adalah cerita tentang seorang bapak yang sedang berduka.
Dalam presentasi IMAX, First Man adalah sebuah film yang sangat percaya diri. Dibutuhkan aktor-aktor yang ekstra berbakat untuk bisa memenuhi kebutuhan Chazelle yang selalu mengambil close-up ekspresi aktor-aktornya, terutama si tokoh utama. Beruntunglah ia menemukan Ryan Gosling sebagai kaptennya. Ryan Gosling adalah seorang aktor yang sangat berbakat dan dia semakin bersinar ketika alat komunikasi utamanya adalah ekspresi wajah. Drive dan Blade Runner 2049 membuktikan itu. Dan disini, Ryan Gosling juga melakukan hal yang sama. Ketika kamera Sandgren mendekat ke wajahnya, kita percaya bahwa perjalanan ini nyata.
Bagian terjenius dari First Man adalah tata suaranya. First Man memang bukan film musik seperti Whiplash atau La La Land tapi Chazelle yang ahli terhadap hal ini, mengatur musik dengan sebegitu okenya sehingga sensasi dramatiknya sampai ke level yang tertinggi. Ada bagian dimana Chazelle sengaja meniadakan suara. Dalam salah satu adegan paling dramatis, yang ada hanyalah gambar yang luar biasa gagah dan keheningan total.
Dalam kegelapan bioskop, First Man menjadi terasa sangat magis. Ketika scoring muncul, gubahan musik karya Justin Hurwitz tidak mengecewakan. Musiknya menyatu erat dengan gambar yang ada di layar. Menghasilkan perpaduan yang begitu melenakan.
Ending First Man mungkin terasa begitu hening. Tapi sebaliknya. Ending film ini sesuai dengan karakternya yang humble. Pada akhirnya, perjalanan ini bukan hanya bersejarah bagi Amerika Serikat tapi juga bersejarah bagi Neil Armstrong. Sebuah perjalanan yang mengingatkannya untuk berdamai dengan dirinya sendiri dan selalu ingat ke mana dia harus pulang.
( Sumber : hot.detik.com )
Tidak ada komentar
Posting Komentar