Header Ads


DEMA dan HMJ IAIN Syekh Nurjati Cirebon Talk Show Sikapi Pemilu 2019

Kota Cirebon (89,2 CR) - Aktivis kampus yang tergabung dalam Mahasiswa DEMA dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) IAIN Syekh Nurjati Cirebon menggelar Talks Show terbuka dengan tema “Menguatkan Ukhuwah Wathoniyah Pasca Pemilu Serentak”, di Saung Juang, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. 

kegiatan ini diisi oleh Akademisi IAIN Syekh Nurjati yaitu M. Sofi Mubarok, FAMM Indonesia yaitu Alifatul Arifiati dengan dihadiri 50 orang peserta yang terdiri dari Mahasisawa DEMA dan HMJ IAIN Syekh Nurjati Cirebon, serta masyarakat umum.

Alifatul Arifiati yang juga Aktivis Pendidikan ini mengatakan, pemilu bagian dari kedaulatan, namun kenyataannya pemilu diwarnai dengan beberapa hal seperti money politik, hoaks atau berita bohong, serta isu sara. 

"Politik identitas tahun ini semakin menguat. Karena orang-orang didalamnya berisi politik identitas, golongan seperti agama," kata Alif, Minggu (26/5/19) 

Peserta pemilu lebih menonjolkan identitasnya dalam berkampanye, sehingga tak heran jika makin banyak ustad baru dan jilbab baru (atribut keagamaan) yang hal ini sangat kental selama Pemilu 2019. 

"Berbicara tentang adanya jumlah petugas pemilu yang meninggal tidak bisa dibandingkan dengan keabsahan pemilu karena keduanya berbeda frekuensi," katanya.

Dari beberapa pres rilis yang beredar dari Komnas HAM persoalan kekurangan panitia pemilu, perekrutan panitia pemilu baik PPS maupun PKK tidak disebutkan secara detail usia (batasan). Yang harusnya hal ini diperhatikan karena menigingat waktu yang lumayan panjang untuk penyelesaian pemilu.

"Lima kertas suara mengakibatkan kerja yang begitu berat, dengan saksi yang begitu detail mengakibatkan beberapa perdebatan yang panjang antara saksi dengan petugas, dan tidak semua petugas memiliki kemampuan yang mumpuni dengan segala tekanan yang datang," katanya.

Menurut Alif, Indonesia adalah negara konstitusional, bukan negara Islam. Harusnya jika memang dapat dibuktikan adanya kecurangan harusnya diproses lewat jalur hukum. "Logikanya jika memang ada kecurangan yang dilakukan oleh KPU secara sistematis, berarti hal itu juga dilakukan oleh Bawaslu, kenapa? Karena segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh KPU itu diawasi oleh Bawaslu," kata Alif.

M. Sofi Mubarok yang juga pegiat Kornas JPPR mengemukakan, Pemilu 2019 dalam perjalannya memang ada beberapa hal yang kurang. Menurut analisisnya, Pemilu 2019 terjadi pertemuan dua arus besar antara pragmatisme dalam mendapatkan kekeuasaan sebagian keompok yang kecewa pada pemerintah dengan Islam politik yang menghendaki Indonesia menjadi negara Islam seperti HTI.

Ia melanjutkan, kelompok mereta mengagap momen pemilu ini menjadi mome terbaik untuk menggulingkan pmerintah dan pergantian dasar fundamental. Kegiatan demo atau kerusuhan 21 dan 22 Mei 2019 dikomandoi oleh kelompok jihadis yang menginginkan perombakan dalam negara ini. [Wlk] 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.