Sejarah Masjid Menara Kudus
Masjid Menara Kudus dibangun pada masa Sunan Kudus saat menyebarkan agama Islam di daerah Kudus, dibangun pada tahun 1549 masehi atau 956 Hijriah, dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertamanya. Masjid ini memiliki 5 pintu di sebelah kanan, dan 5 pintu disebelah kirinya, ditopang dengan 4 buah jendela dan 8 tiang besar di dalam masjid yang keseluruhan berasal dari kayu jati.
Kalau melihat sejarah dari pembangunan masjid ini, akan terlihat bahwa masjid Menara Kudus dibuat bukan sekedar untuk tempat beribadah, namun juga merupakan tempat yang dibangun melalui proses adaptasi ajaran Islam. Pada saat itu, Masjid Menara Kudus menjadi tempat berdakwah Sunan Kudus yang dengan bijaksananya mengajarkan agama Islam di tengah mayoritas masyarakat saat itu yang memeluk agama Hindu dan Budha.
Masjid Menara Kudus juga memiliki keunikan pada pintu gerbangnya yang berbentuk candi. Menara pada masjid ini memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10×10 meter. Sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta, dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang.
Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan.
Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit kecil). Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.
Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu. Dengan keunikan dan keragaman yang ada pada Masjid Menara Kudus, banyak pihak yang mencari jawaban akan pelajaran dan pengetahuan apa saja yang didapat dari pembangunan masjid ini.
( Sumber : kanalwisata.com )
Tidak ada komentar
Posting Komentar