Candi Blandongan Khas Situs Batujaya
Situs Batujaya adalah sebuah situs yang unik yang secara administratif terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Beberapa orang menyebut situs ini sebagai situs percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik. Lokasi percandian ini dahulu merupakan danau, dimana candi dibangun di tepi danau. Hal ini juga ditandakan dengan nama desa yang ada, yaitu Segaran dan Telagajaya, yang berarti laut atau kolam, seperti danau dalam bahasa Sanskerta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di situs ini, ditemukan benda-benda purbakala di sekitar gundukan-gundukan tanah di tengah sawah. Semenjak awal penelitian sampai dengan tahun 2013, telah ditemukan 39 sisa-sisa bangunan purbakala, yang sebagian besar merupakan bagian dari struktur candi. Sisa-sisa bangunan tersebut terbagi menjadi dua kelompok, sesuai dengan keletakannya, yakni di Desa Segaran dan Desa Telagajaya.
Situs Batujaya pertama kali diteliti oleh tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang disebut Fakultas Ilmu Budaya) pada tahun 1984. Pada tahun 1989, Ditlinbinjarah bekerjasama dengan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Tarumanegara melakukan penelitian di situs ini. Tahun 1992, Bidang Arkeometri Pusat penelitian Arkeologi Nasional meneliti daerah Batujaya untuk mengetahui tentang lingkungan geologis, arkeologis, geomorfologis, dan hidrologisnya. Pada September 1992, Bidang Arkeologi Klasik Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan penelitian untuk mengetahui pola sebaran situs serta melakukan ekskavasi di situs Segaran IV dan IX.
Sementara itu, situs Segaran V atau yang biasa disebut Candi Blandongan, secara khusus mulai diteliti sejak tahun 1993. Ekskavasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional berhasil menampakkan kaki bangunan di sisi barat laut. Pada tahun 1995, penelitian dilanjutkan dan berhasil menampakkan struktur bangunan sepanjang 21,6 m serta 9 anak tangga. Tahun 1996, sisi timur laut dan tenggara Candi Blandongan berhasil ditampakkan.
Begitu luas dan beragamnya temuan di situs Batujaya menjadikannya lahan okupasi penelitian, baik peneliti dari dalam maupun luar negeri. Pada pertengahan tahun 2004, dilakukan penelitian bersama antara Asisten Deputi Urusan Arkeologi Nasional dengan Ecole Francaise d’Extreme-Orient di situs Batujaya.
Dari beberapa struktur bangunan yang telah ditemukan di Situs Batujaya, satu candi yang relatif masih utuh serta menyimpan data kepurbakalaan paling lengkap adalah Candi Blandongan. Teknologi dan arsitektural candi ini lebih rumit dibandingkan dengan yang lain, dan perbingkaiannya paling raya, yang antara lain berupa pelipit rata (patta), pelipit setengah lingkaran (kumuda), dan perbingkaian bergerigi yakni susunan dua lapis bata yang menonjol dan ujungnya dibentuk meruncing. Di keempat sisi candi terdapat pintu masuk berupa tangga dengan 8 anak tangga, dimana pintu utama terdapat di sisi barat laut.
Pemugaran di Candi Blandongan diawali pada tahun anggaran 1999/2000 hingga tahun 2010. Beberapa temuan yang ditemukan di Candi Blandongan antara lain amulet atau materai (votive tablet). Amulet (votive tablet), merupakan salah satu atribut dalam agama Buddha. Amulet ini biasanya berkaitan dengan aktivitas ziarah. Amulet adalah atribut yang selalu dibawa pada saat seseorang mengunjungi tempat-tempat suci, dan dipakai untuk pelepas nazar serta penolak bala. Hasil analisis morfologis menunjukkan bahwa amulet Candi Blandongan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu amulet yang menggambarkan 6 arca tanpa adanya tulisan di bagian bawahnya, serta amulet yang menggambarkan 6 arca dengan tulisan di bagian bawahnya. Dalam mitologi agama Buddha, cerita yang tergambar dalam amulet tersebut mengisahkan tentang sravasvati, yang mengisahkan ketika Buddha mendapat ilham mengenai berbagai permasalahan di dunia.
Temuan lain yang tidak kalah menarik adalah prasasti berupa lempengan logam mulia. Satu lempengan ditemukan di selasar tangga sisi tenggara dan satu lempengan ditemukan di sisi luar candi di sebelah timur laut. Kemudian juga ditemukan tiga fragmen kaki arca yang kemungkinan merupakan fragmen kaki arca Budha, yang terbuat dari bahan tembaga. Beberapa pecahan wadah dari bahan tembaga yang ditemukan di candi ini, untuk sementara diduga sebagai pedupaan.
Di sisi barat daya candi Blandongan, tepatnya di depan tangga, pada lapisan tanah di bawah dasar pondasi candi, ditemukan rangka manusia dalam posisi tegak lurus dengan bangunan candi. Di dekat temuan rangka manusia tersebut, pada lapisan tanah yang sama, ditemukan beberapa gerabah berbentuk cawan dan kendil, serta alat dari bahan besi. Temuan gerabah tersebut untuk sementara diduga sebagai benda magis yang dipergunakan untuk alat upacara dan bekal kubur. Gerabah Batujaya, khususnya yang ditemukan di Candi Blandongan, jika dilihat dari kesamaan bentuk, material, dan motif hiasnya, mirip dengan temuan gerabah di Situs Buni.
Temuan lain yang unik di Candi Blandongan adalah gerabah Arikamedu dari abad keempat. Gerabah Arikamedu berbentuk wadah yang umumnya terdapat slip merah sebagai motif hiasnya. Beberapa di antaranya ada yang mempunyai ragam hias garis-garis vertical serta lingkaran yang disusun secara teratur, seperti pola hias rolet.
Keberadaan temuan dari masa prasejarah di Candi Blandongan merupakan bukti adanya kesinambungan budaya dari masa prasejarah hingga masa pengaruh Hindu-Budha. Tentunya dengan potensi tersebut, selayaknyalah kekayaan dan keragaman tinggalan budaya di Situs Batujaya harus dilestarikan.
( Sumber : kebdayaanindonesia.net )
Tidak ada komentar
Posting Komentar