Header Ads


Museum Perjuangan Yogyakarta

Museum Perjuangan Yogyakarta adalah salah satu penanda sejarah pentingnya Hari Kebangkitan Nasional yang diprakarsai oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Pada tanggal tersebut lahir sebuah pergerakan Budi Utomo yang didirikan beliau bersama dengan para mahasiswa STOVIA Jakarta yang dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Peringatan Setengah Abad Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 1958 di Yogyakarta telah memunculkan gagasan pendirian bangunan monumental yang memuat sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dari masa pergerakan nasional sampai dengan masa mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Sebagai tindak lanjut dari usulan ini, dibentuklah panitia Monumen Setengah Abad Kebangkitan Nasional yang tediri dari unsur DPRD, ABRI, Polisi, politikus partai cendekiawan serta  dan diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Pembangunan diawali dengan pemasangan patok oleh Sri Paku Alam VIII pada tanggal 17 Agustus 1959 di halaman Ndalem Brontokusuman, Yogyakarta. Upacara pencangkulan pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 1959 oleh Sri Paku Alam VIII, diakhiri dengan peletakkan batu terakhir pada tanggal 29 Juni 1961 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pembukaan secara resmi dilaksanaan pada tanggal 17 November 1961 oleh Sri Paku Alam VIII.
Sejak tanggal 5 September 1997 Museum Perjuangan disahkan menjadi unit II dari Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Pada tanggal 27 Mei 2006 Museum Perjuangan mengalami kerusakan akibat dari Gempa yang melanda Yogyakarta, kemudian untuk sementara ditutup untuk umum. Kemudian dilakukan pemugaran bangunan tahun 2007 dan selesai pemugaran dan kemudian dibuka untuk umum pada bulan juli 2008.
Gedung Museum Perjuangan Yogyakarta memadukan model bangunan barat yang terinspirasi dari gaya arsitektur zaman kekaisaran Romawi Kuno pada bagian atasnya dan model bangunan timur yang diadaptasi dari bentuk Candi Mataram Hindu yang nampak pada bagian bawahnya. Bentuk bangunan museum memiliki ciri khas melingkar seperti silinder yang dikenal dengan istilah Ronde Tempel. Istilah ini muncul karena seluruh bangunan dibagian bawah atap tertempel relief-relief perjuangan bangsa Indonesia dan patung wajah para pahlawan nasional.
Relief tersebut menceritakan riwayat perjuangan bangsa Indonesia secara kronologis mulai dari berdirinya Budi Utomo hingga terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagian atap gedung museum menyerupai topi baja dengan 5 buah bambu runcing berdiri di atas bola dunia.
Gedung Museum Perjuangan Yogyakarta memadukan model bangunan barat yang terinspirasi dari gaya arsitektur zaman kekaisaran Romawi Kuno pada bagian atasnya dan model bangunan timur yang diadaptasi dari bentuk Candi Mataram Hindu yang nampak pada bagian bawahnya. Bentuk bangunan museum memiliki ciri khas melingkar seperti silinder yang dikenal dengan istilah “Ronde Tempel”. Istilah ini muncul karena seluruh bangunan dibagian bawah atap tertempel relief-relief perjuangan bangsa Indonesia dan patung wajah para pahlawan nasional. Relief tersebut menceritakan riwayat perjuangan bangsa Indonesia secara kronologis mulai dari berdirinya Budi Utomo hingga terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagian atap gedung museum menyerupai topi baja dengan 5 buah bambu runcing berdiri di atas bola dunia.

Koleksi Museum Perjuangan dibagi dalam dua tata pameran:
1. Tata pameran pertama disajikan secara outdoor. Koleksi pada tata pameran ini meliputi bangunan museum sendiri, relief  patung kepala pahlawan nasional yang dipasang pada dinding yang mengelilingi Museum Perjuangan dan relief peristiwa sejarah yang menceritakan tentang kisah hidup Boedi Oetomo dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950.

2. Tata pameran kedua disajikan secara indoor. Koleksi yang terdapat dalam tata pameran ini antara lain seperti meriam, buku, perlengkapan dan benda-benda bersejarah yang dipakai oleh para tokoh pejuang Indonesia dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia.

( Sumber : perjuangan.museumjogja.org )

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.