Header Ads


Pawai Ogoh-Ogoh dalam Kirab Budaya

Kirab Budaya yang biasa dikenal dengan istilah ‘pawai’ atau iring-iringan, merupakan salah satu sarana dalam pertunjukan seni budaya nusantara. Kirab Budaya umumnya digelar menjelang peringatan hari raya, dan berlangsung di alun-alun kota maupun tempat berkumpul masyarakat lainnya. Kali ini penelaahan Kirab Budaya merekam jejak Pawai Ogoh-Ogoh pada Peringatan Hari Raya Nyepi 1937 Saka di Titik Nol Kilometer, Yogyakarta.
Nyepi diperingati oleh umat Hindu setiap tahunnya, dalam rangka pergantian tahun Saka dan pembersihan diri menjelang tahun baru. Dalam upacara pembersihan ‘Ngrupukan’, Ogoh-Ogoh kerap kali digunakan sebagai media representasi roh jahat yang ada pada karakter makhluk raksasa, tokoh dalam mitologi tradisional Hindu Bali, dan tokoh yang ada pada cerita rakyat.
Ogoh-ogoh terbuat dari rangka bambu yang dilapisi kertas kemudian diwarnai, diisi dengan serat kelapa atau busa plastik di dalamnya, bentuknya menyerupai makhluk raksasa, mulai populer di era 1980-an; ketika seni budaya kontemporer telah merambah di masyarakat Bali yang diprakarsai oleh Dinas Kebudayaan untuk kepentingan pariwisata. Sebelumnya,Ogoh-Ogoh tidak pernah dipertunjukkan dan keberadaannya semata-mata hanyalah sebagai penyemarak usai serangkaian seremonial menjelang Nyepi (bukan bagian dari ritual peribadatan).
Selain mempertunjukkan Pawai Ogoh-Ogoh, Kirab Budaya di Yogyakarta ini turut menghadirkan pawai lintas agama, seperti Barongsai Pemuda Mataram, Perwakilan Umat Kristiani asuhan Romo Sugiyo Pranoto Tegal Senggolan, dan Kelompok Musik Rebana Perwakilan Umat Muslim. Sekitar 12 Ogoh-Ogoh dari 18 kelompok lintas agama beramai-ramai memeriahkan atraksi seni budaya nusantara yang disambut hangat oleh antusiasme masyarakat yang memadati jalan sekitar Malioboro sampai ke titik Nol Kilometer kota Yogyakarta.
Sejumlah Ogoh-Ogoh berbentuk makhluk raksasa seperti Buta Putih, Bekakak atau Genderuwa, Buta Abang, Buta Jenar, Buta Ireng dan Buta Brumbun beriringan meramaikan Kirab Budaya. Sepanjang pawai, Ogoh-Ogoh dihentakkan, diputar, dan diayunkan, sebagai simbol keberadaan makhluk jahat yang nantinya akan dimusnahkan pada malam hari menjelang Nyepi.
Keterbukaan dan tenggang rasa masyarakat dapat terlihat dari Kirab Budaya dan Pawai Ogoh-Ogoh ini, toleransi antar umat beragama menjadi upaya pemersatu segala diferensiasi sosial kultural dalam sebuah peringatan hari raya umat yang sakral.
( Sumber : kebudayaanindonesia.net )

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.