Bukti Sejarah Cirebon Banyak Tertinggal di Belanda
Keberadaan pusaka, artefak, dan berbagai sumber sejarah Cirebon
yang diambil Belanda saat menjajah, membuat kondisi masyarakat seperti
kehilangan jatidirinya. Untuk mengembalikannya, diperlukan tekad dan
kesungguhan yang sangat tinggi dari pemerintah.
Pernyataan
tersebut muncul pada diskusi yang mengangkat tema 'Kritik Sejarah
Cirebon, Cirebon Hilang Identitas' di Keraton Kasepuhan Kota Cirebon,
Selasa (26/2/2013). Diskusi diikuti sejarawan, budayawan dan beberapa
aktivis mahasiswa sejarah IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Dosen ahli
sejarah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Didin Nurul Rashidin menegaskan,
Belanda sudah mempersilakan Indonesia untuk mengambil kembali
peninggalan sejarah yang berada di negaranya. Dengan catatan, harus siap
menjaga seluruh peninggalsn dunia itu sepanjang masa.
"Orang
Belanda sampai bilang, orang Indonesia silakan ambil kembali berbagai
pusaka dan artefaknya yang ada di Belanda. Hanya satu syaratnya, apapun
alasannya, harus dijaga sampai kapanpun," kata Didin.
Didin yang
menyelesaikan studi sejarahnya di Belanda selama 8 tahun menggambarkan
Cirebon layaknya barang yang habis dirampas banyak orang. Pihak Cirebon
sendiri belum mampu mengambil kembali apa yang telah dirampas oleh
bangsa lain.
"Hampir dari keseluruhan sumber sejarah yang
bertebaran di sekiling kita adalah sumber sekunder. Artinya, sumber
tersebut merupakan hasil interpretasi orang masa kini yang menafsirkan
masa lalu. Sekalipun itu sah-sah saja, tapi banyak sekali yang terputus
dan menjadi tugas bersama untuk menemukannya," tambah Didin.
Ia
menyebutkan, terdapat dua makam bersejarah di Cirebon, Makam Sunan
Gunung Djati dan makam Falatehan atau Fatahilah, tapi dirinya
mempertanyakan bukti ril yang menjadi penanda keabsahan dua makam
tersebut. Kemudian, Ma Huang alias petilasan, dan sumber sejarah lain.
Didin
menyadari, dunia sejarah adalah dunia subjektifitas. Ketika ada fakta
valid yang baru dan dapat melengkapi sejarah tersebut, itu berhak
dijadikan sumber sejarah.
"Belajar masa lalu pasti membuat orang
masa kini dapat berpikir optimis. Terlebih itu adalah sejarahnya bangsa
dan tempat tinggalnya sendiri. Karena disitulah letak jati diri dan
identitasnya," ujarnya
( inilahjabar.com )
Tidak ada komentar
Posting Komentar