Header Ads


Data Warga Miskin di Kota Cirebon Masih Berbeda Antara BPS Dengan Dinsosnakertrans


Kab Cirebon (89,2 CR) - Permasalahan validasi data warga miskin Kota Cirebon yang masih rancu, kembali menuai perdebatan. Data yang dijadikan acuan pencairan bantuan sosial (bansos) yang kerap menimbulkan protes di masyarakat karena dianggap tidak tepat sasaran. Hasil data itu masih berbeda antara BPS dengan Dinsosnakertrans.

Anggota Komisi C DPRD Kota Cirebon, Jafarudin menyayangkan kondisi demikian masih saja terjadi. Dia menyebutkan pemutakhiran data yang pernah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berupa Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011, berbeda dengan data warga miskin yang ada di Dinsosnakertrans.

Dirinya tidak yakin, jika pemutakhiran data itu sudah dilakukan oleh Dinsos, karena selama ini Dinsosnakertrans masih rancu dalam pengelolaan data, apakah yang disebutkan miskin itu sesuai dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang diberikan Dinsos, atau melakukan pemutakhiran data secara mandiri.

“Masyarakat saat ini sedang tidak percaya dengan kehadiran BPS, karena pemutakhiran data dari 2011 hingga sekarang tidak pernah dipublikasikan, dan bagaimana kriteria yang menentukan bahwa warga itu layak mendapatkan bantuan atau tidak,” ungkapnya saat rapat dengar pendapat (RDP) di Griyasawala DPRD Kota Cirebon, Selasa (18/8).   

Hal serupa disampaikan koleganya, Beni Sujarwo bahwa pendataan warga miskin masyarakat kota itu harus ada standar yang baku sehingga ada titik temu oleh sejumlah pihak, termasuk lembaga yang berwenang melakukaan pendataan seperti Dinsosnaketrans, Bappeda, dan BPS. Dia mengkritik bahwa, pendataan warga miskin di kota disamakan dengan warga miskin desa. Padahal menurutnya, orang miskin di kota tidak seperti warga yang kurang mampu di desa.

“Harus ada standar untuk membedakan warga miskin di kota dengan desa, selama ini kenpa jika ada bansos di kota rebut, karena data miskin di kota disamakan dengan di desa. Contonhya orang miskin di kota, punya kendaraan motor karena kerjanya sebagai tukang ojek. Itu jangan sampai dianggap orang kaya,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ferdinan Wiyoto mengaku jika angka pengangguran jika yang meminta kartu SKTM mencapai angka 11.000. Angka tersebut, diakuinya bukan warga miskin semua melainkan warga yang mampu namun membuat SKTM dengan syarat untuk mencari pekerjaan.

Dia menjelaskan, para pencari kerja selalu mencari tempat kerja lebih baik, sehingga Dinsos terpaksa mengeluarkan SKTM. Terkait masalah pendataan warga miskin, Ferdinan mengatakan selama ini Dinsos tidak melakukan pendataan, karena tidak ada anggaran dari APBD untuk melakukan pendataan.

Selama ini, bantuan yang diberikan kepada Dinsos banyak dari pemerintah pusat sehingga pendataan masih belum maksimal

“Ada keluarga yang pakai mobil tetapi minta SKTM, alasannya untuk mencari kerja. Kalau kami tidak melayani, kami pun akan disalahkan. Sementara ini pemutakhiran data warga miskin dilakukan secara swadaya dengan dibantu Kinerja Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK),” tuturnya.

Sementara Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon, Imron Budianto menilai, bahwa pemutakhiran data yang sudah dilakukan tersebut standar kriterianya berasal dari kementerian sosial. Sehingga, BPS tidak bisa mengganti atau mengubah kriteria yang dianjurkan dari pusat.

Dia menyebutkan, untuk pemutakhiran data prosesnya sudah selesai. Hasilnya di Kota Cirebon hasil rumah tangga sasaran bantuan hanya mencapai 3370. Dia mengatakan, data tersbeut sudah diserahkan kepada tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K).

Dari hasil pemutakhiran data itu akan dipakai untuk pemberian bantuan seperti bantuan program keluarga harapan (PKH), raskin, akses pendidikan dengan kartu pintar, akses kesehatan dengan kartu sehat dan sebagainya.

“Jadi, data itu meskipun mencapai 3370 rumah tangga sasaran, pasti akan disortir lagi karena disesuaikan dengan kesanggupan anggaran pemerintah memberikan bantuan sosial. Kenapa data warga miskin berbeda-beda, karena standar kriteria warga miskin objeknya berbeda-beda,” ujar Imron.

Dikutip dari : fajarnews.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.